Monday, August 29, 2016

BERKURBAN SESUAI TUNTUNAN RASULULLAH SAW

Peruntukan hewan kurban dan konsekwensinya:
Ayat al-Quran menegaskan bahwa hewan kurban itu secara garis besar menjadi milik dua kelompok (...fakuluu minhaa wa ath’imuu..). Pertama milik shahibul kurban kedua milik masyarakat yang kurang beruntung yang dalam bahasa al-Quran diistilahkan sebagai al-qani’ wal-mu’tar (Surah al-Hajj [22]:36 dan al-bais al-faqir [22]:28). Nisbah saham yang dimiliki shahibul kurban dengan fakir miskin dalam hewan kurban ini adalah 1/3 berbanding 2/3. Ini didasarkan pada hadis Nabi saw sebagai berikut:
عَنْ عَمْرَةَ بِنْتِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ قَالَتْ سَمِعْتُ عَائِشَةَ تَقُولُ دَفَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ حَضْرَةَ الأَضْحَى فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ادَّخِرُوا الثُّلُثَ وَتَصَدَّقُوا بِمَا بَقِى
Dari ‘Amrah binti Abdirrahman dia berkata:”saya mendengar Aisyah berkata,” pada zaman Rasulullah saw orang-orang kampung pada berdatangan berbondong-bondong menyaksikan idul adlha. Lalu Rasulullah saw bersdabda,”simpanlah sepertiganya dan sshaqdakahkanlah duapertiganya” (Hadis riwayat Abu Daud).
Peruntukan ini ditegaskan oleh atsar yang diceriterakan oleh Abdullah bin Abbas sebagaimana dikutip Abul Hasan Ubaidillah al-Mubarakfuri dalam kitabnya Mir’atul al-Mafatih Syarh Misykat al-Mashaabih (IX:244) bahwa Nabi saw membagikan daging kurbannya sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk tetangganya yang misikin dan sepertiga sisanya untuk orang yang minta-minta (wa yuth’imu ahla baithitstsulutsa, wa fuqaraa jiiraanihitstsulutsa wa yatashaddaqu ‘alassuaali bitstsulutsi).
Peruntukan hewan kurban ini selayaknya diperhatikan dengan seksama oleh panitia kurban. Jika tidak yang dikhawatirkan adalah mencuatnya pelanggaran dalam berbagai bentuknya. Salah satu pelanggaran yang acapkali terjadi adalah diambilnya daging tanpa dipastikan terlebih dahulu lewat akad bahwa daging itu milik atau jatah siapa lalu dimasak kemudian dihidangkan sebagai santapan lauk panitia kurban. Jika tidak dipastikan maka daging yang dimasak itu masih antara hak shahibul kurban atau hak orang-orang miskin. Mengambil hak orang miskin tentu tindakan yang tidak terpuji kecuali yang menjadi panitia dipastikan seluruhnya orang-orang yang miskin. Sementara mengambil hak shahibul kurban tanpa dipastikan terlebih dahulu kerelaannya pun merupakan tindakan yang tidak elok. Kerelaan diperlukan kerana sangat mungkin shahibul kurban sudah berkalkulasi bahwa daging kurban yang menjadi haknya akan berjumlah sekian kuantitasnya dan akan dia olah untuk keperluan olahan makanan tertentu.
Mengantisipasi hal sedemikian itu kiranya jauh sebelum waktu penyembelihan tiba dimusyawarahkan terlebih dahulu untuk menyepakati antara kerelaan shahibul kurban menyerahkan bagian kecil dari jatahnya untuk konsumsi panitia atau konsumsi panitia itu menjadi kewajiban shahibul kurban yang diwujudkan dalam bentuk dana operaional yang dibayarkan kepada panitia
Oleh Wawan Gunawan Abdul Wahid,Lc.

10 binatang yang masuk surga

Terkadang terlintas juga di benak kita tentang makhluk Allah selain manusia.akan kemanakah dan bagaimanakah nasib mereka ketika kiamat datang menerpa ?
Apakah makhluk makhluk seperti binatang juga ada yang masuk surga..?
Subhanallah.
Ternyata ada 10 binatang yang akan masuk surga
Di antaranya
ilustrasi
Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu. Maka, biarkanlah dia makan di bumi Allah dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih. (QS. Al-A'raaf: 73)
Di kalangan kaum Tsamud tersebutlah seorang remaja bernama Saleh.  Ia adalah pengikut ajaran Nabi Nuh dan Nabi Hud. Saleh merasa sedih melihat kebodohan kaumnya. Mereka menganggap berhala sebagai tuhan. Padahal berhala itu dibuat tangan mereka sendiri. Saleh berdoa kepada Allah mohon diberi kekuatan untuk mendakwahi mereka. 

ilustrasi
dan Sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat.” Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang. Maka tatkala dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka, dan merasa takut kepada mereka. Malaikat itu berkata: “Jangan kamu takut, Sesungguhnya Kami adalah (malaikat-ma]aikat) yang diutus kepada kaum Luth.” dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu Dia tersenyum, Maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya’qub. isterinya berkata: “Sungguh mengherankan, Apakah aku akan melahirkan anak Padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam Keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh.”
ilustrasi
Kisah Penyembelihan Nabi Ismail ~ Pada awalnya, Nabi Ibrahim bermimpi telah diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Ketika itu, Nabi Ismailtelah menginjak remaja. Nabi Ibrahim sangat sedih. Meskipun demikian, Nabi Ibrahim tetap menaati-Nya. Kemudian, Nabi Ibrahim menemui Ismail dan berkata, “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi seolah-olah aku menyembelihmu. Bagaimana menurutmu ?” Nabi Ismail menjawab, “Wahai ayahku ! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.
ilustrasi
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina.” Mereka berkata: “Apakah kamu hendak menjadikan kami buah ejekan?” (QS. Al-Baqarah: 67).

ilustrasi
Selama Nabi Yunus ada dalam perut ikan yang gelap, Nabi Yunus mendengarkan tashbih yang diucapkan oleh ikan-ikan besar dan ikan-ikan kecil, biji-bijian juga ikut bertashbih. Nabi Yunus pun berdoa: “Laa ilaaha illaa anta subhaanaka innii kuntu minadzdzoolimin…”
ilustrasi
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang melalui suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya. Ia berkata,"Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Allah kemudian mewafatkan orang itu selama seratus tahun, lalu menghidupkannya kembali. Allah bertanya,"Berapa lama kamu tinggal disini?" Ia menjawab,"Saya telah tinggal disini selama sehari atau setengah hari." Allah berfirman,"Sebenarnya kamu telah tinggal disini selama seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami akan menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai itu. Kami menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging." Maka ketika hal itu telah jelas (bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati), ia pun berkata,"Saya yakin bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 259)
ilustrasi
Ketika rombongan Nabi Sulaiman a.s akan melintasi lembah yang ditempati sebagai sarang semut, dan Beliau menyeru kepada semut-semut itu agar berlindung.
Atas kebijakan Nabi SUlaiman inilah semut-semut itu memberikan pujian kepada Nabi Sulaiman.

baca juga : kisah nabi sulaiman dan semut merah
ilustrasi

Burung Hud-Hud melaksanakan perintah Nabi Sulaiman. Ia pergi ke negeri Saba’ untuk menyampaikan surat kepada Ratu Balqis. Ketika sampai di istana Ratu Balqis, burung Hud-Hud melempar surat itu di hadapan Ratu Balqis. Ratu Balqis dan para pengawalnya tidak mengetahui yang melemparkan surat itu. Dengan hati-hati, Ratu Balqis membuka dan membaca surat itu. Isi surat itu ialah ajakan Nabi Sulaiman kepada Ratu Balqis dan rakyatnya untuk menyembah kepada Allah. 

baca juga : Kisah Singkat Nabi Sulaiman Dan Ratu Balqis
ilustrasi
"Sesungguhnya aku benar-benar sedang memegang tali unta Adba’ (unta kendaraan Rasulullah SAW) ketika diturunkan kepadanya surat Al-Maidah seluruhnya. Hampir saja paha unta itu patah karena beratnya wahyu (yang sedang turun kepada Nabi SAW). (HR Ahmad)

baca juga : Kisah Kaki Unta yang Hampir Patah Saat Rasulullah Menerima Wahyu
ilustrasi

terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 10-26. Mereka adalah sekelompok 7 pemuda dan seekor anjing yang tertidur dalam gua. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang kejam bernama Diqyanus. Raja tersebut meminta rakyatnya untuk menyembah selain Allah Ta’ala. Jika tidak, maka akan disiksa dan dibunuh.
Nama-nama Ashabul Kahfi yang terdiri dari 7 pemuda tersebut yaitu: Tamlikha, Maksalmina, Martunis, Nainunis, Sarbunis, Falyastatyunis, Dzununis. Serta seekor anjing bernama Qithmir, yang dipercaya sebagai satu-satunya anjing yang masuk Surga.

Kisah Ashabul Kahfi dan Anjing Dalam Al-Quran

Kisah Ashabul Kahfi dan anjing dalam Al-Quran terdapat pada surat Al-Kahfi ayat 10-26. Mereka adalah sekelompok 7 pemuda dan seekor anjing yang tertidur dalam gua. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang kejam bernama Diqyanus. Raja tersebut meminta rakyatnya untuk menyembah selain Allah Ta’ala. Jika tidak, maka akan disiksa dan dibunuh.
Nama-nama Ashabul Kahfi yang terdiri dari 7 pemuda tersebut yaitu: Tamlikha, Maksalmina, Martunis, Nainunis, Sarbunis, Falyastatyunis, Dzununis. Serta seekor anjing bernama Qithmir, yang dipercaya sebagai satu-satunya anjing yang masuk Surga.
Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu:
1. Gua di Efesus, Anatolia, Turki sekarang. Paulus, Orang Yahudi dan Kristian mempercayainya di sini. Namun gua ini juga turut menepati ciri-ciri yang diberikan dalam Al-Quran.
2. Gua di Damsyik, Syria.
3. Gua di Amman, Jordan. Gua ini lebih menepati ciri-ciri yang diberi dalam Al-Quran.

Pada awalnya penduduk negeri Efesus beriman kepada Allah. Tapi keadaan berubah setelah Raja Diqyanus (Decius) yang menguasainya. Kekejamannya yang luar biasa telah membuat banyak rakyat sengsara. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, akan segera dibunuh. Dalam masa yang cukup lama, sebagian besar rakyat patuh kepada Raja dengan menyembah selain Allah.
Demi mempertahankan keislaman dan keimanan kepada Allah Ta’ala, 7 pemuda Ashabul Kahfi dan seekor anjing, memilih untuk mengasingkan diri serta bersembunyi dalam sebuah gua. Mereka teguh mempertahankan aqidah mereka walaupun menyadari nyawa dan diri mereka mungkin terancam dengan berbuat demikian.
Pada saat mereka beristirahat di dalam gua itulah, Allah s.w.t. menidurkan 7 pemuda tersebut selama 309 tahun. Allah s.w.t. membolik-balikkan tubuh mereka dari kanan ke kiri. Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit, condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri. Allah Ta’ala menyelamatkan mereka dari kejaran Raja Diqyanus yang kejam dan tidak mengakui adanya Allah Yang Maha Sempurna.
Ashabul Kahfi Bangun Dari Tidur
Setelah 309 tahun tersebut, Allah s.w.t. membangunkan 7 pemuda Ashabul Kahfi. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati.” Salah satu anggota Ashabul Kahfi bernama Tamlikha berkata: “Aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan”. Setibanya di sebuah pasar, ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”. “Ephesus,” sahut penjual roti.
Penjual Roti berkata kepada Tamlikha: “Alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan kuhadapkan kepada raja.” “Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini kudapatkan tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga 3 dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanus!”
Penjual roti itu marah. Tamlikha lalu ditangkap dan dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil.  Tamlikha menjelaskan: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun!
Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”
“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
“Ya, ada,” jawab Tamlikha.
“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu
nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan.
Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertaiku!”
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi.
Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di
kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “ inilah rumahku!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut
usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan
mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Dia terperanjat
ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Engkau adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanus, raja durhaka.”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja, Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?” Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua Al-Kahfi.
Pada masa itu Negeri Ephesus diatur oleh dua orang bangsawan istana. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanus datang dan mereka bakal mati semua. Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini.
Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!” Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanus!” Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanus? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?” “Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka. “Tidak!” sangkal Tamlikha. “Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun!
“Diqyanus sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!” Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?” “Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya. “Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang, cabutlah nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!” Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut nyawa mereka. Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas.
Ayat Al-Quran Tentang Ashabul Kahfi
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdoa: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)”. [Al-Kahfi: 10]
“Lalu Kami tidurkan mereka dengan nyenyak dalam gua itu, bertahun-tahun, yang banyak bilangannya”. [Al-Kahfi: 11]
“Kemudian Kami bangkitkan mereka (dari tidurnya), untuk Kami menguji; siapakah dari dua golongan di antara mereka yang lebih tepat kiraannya, tentang lamanya mereka hidup (dalam gua itu)”. [Al-Kahfi: 12]
“Kami ceritakan kepadamu (Wahai Muhammad) perihal mereka dengan benar; sesungguhnya mereka itu orang-orang muda yang beriman kepada tuhan mereka, dan Kami tambahi mereka dengan hidayah dan petunjuk”. [Al-Kahfi: 13]
“Dan Kami kuatkan hati mereka (dengan kesabaran dan keberanian), semasa mereka bangun (menegaskan tauhid) lalu berkata: “Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran”. [Al-Kahfi: 14]
“(Mereka berkata pula sesama sendiri): “Kaum kita itu, menyembah beberapa tuhan yang lain dari Allah; sepatutnya mereka mengemukakan keterangan yang nyata yang membuktikan ketuhanan makhluk-makhluk yang mereka sembah itu?(Tetapi mereka tidak dapat berbuat demikian); Maka tidak ada yang lebih zalim dari orang-orang yang berdusta terhadap Allah. [Al-Kahfi: 15]
“Dan oleh karena kamu telah mengasingkan diri dari mereka dan dari apa yang mereka sembah yang lain dari Allah, maka pergilah kamu berlindung di gua itu, supaya Tuhan kamu melimpahkan dari RahmatNya kepada kamu, dan menyediakan kemudahan-kemudahan untuk urusan kamu dengan memberikan bantuan yang berguna”. [Al-Kahfi: 16]
“Dan engkau akan melihat matahari ketika terbit, condong ke kanan dari gua mereka; dan apabila ia terbenam, meninggalkan mereka ke arah kiri, sedang mereka berada dalam satu tempat yang luas di gua. Itulah tanda-tanda kekuasaan Allah. Barangsiapa diberi hidayah petunjuk oleh Allah, maka dialah yang berjaya mencapai kebahagiaan; dan barangsiapa yang disesatkanNya maka engkau tidak akan memperoleh seorang penolong pun yang dapat menunjukkan (jalan yang benar) kepadanya”. [Al-Kahfi: 17]
“Dan engkau sangka mereka sadar, padahal mereka tidur; dan Kami balik-balikkan mereka dalam tidurnya ke sebelah kanan dan ke sebelah kiri (supaya badan mereka tidak dimakan tanah); sedangkan anjing mereka menjulurkan dua kaki depannya dekat pintu gua; jika engkau melihat mereka, tentulah engkau akan berpaling melarikan diri dari mereka, dan tentulah engkau akan merasa penuh ketakutan kepada mereka”. [Al-Kahfi: 18]
“Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)”. Mereka menjawab: “Kita berada (disini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”. [Al-Kahfi: 19]
“Dan demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya. Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, orang-orang itu berkata: “Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka”. Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata: “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atasnya”. [Al-Kahfi: 20]
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: “(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya”, sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: “(jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya”. Katakanlah: “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit”. Karena itu janganlah kamu (Muhammad) bertengkar tentang hal mereka, kecuali pertengkaran lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu) kepada seorangpun di antara mereka”. [Al-Kahfi: 21]
“(Sebagian dari) mereka akan berkata: “Bilangan Ashabul Kahfi itu tiga orang, yang keempatnya ialah anjing mereka”; dan setengahnya pula berkata bilangan mereka lima orang, yang keenamnya ialah anjing mereka”, secara meraba-raba dalam gelap akan sesuatu yang tidak diketahui; dan setengahnya yang lain berkata: “Bilangan mereka tujuh orang dan yang kedelapan ialah anjing mereka”. “Katakanlah (wahai Muhammad): “Tuhanku lebih mengetahui akan bilangan mereka, tiada yang mengetahui bilangannya melainkan sedikit”. Karena itu janganlah engkau membahas dengan siapapun mengenai mereka melainkan dengan bahasan (secara sederhana) yang nyata (keterangannya di dalam al-Quran), dan janganlah engkau meminta penjelasan mengenai hal mereka kepada seseorang pun dari golongan (yang membincangkannya)”. [Al-Kahfi: 22]
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi”. [Al-Kahfi: 23]
“Kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah”. Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. [Al-Kahfi: 24]
“Dan mereka telah tidur dalam gua mereka, tiga ratus tahun (dengan perkiraan ahli kitab) dan sembilan lagi (dengan perkiraan kamu)”. [Al-Kahfi: 25]
“Katakanlah: “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari pada-Nya; dan Dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan”. [Al-Kahfi: 26]
sumber : www.mohlimo.com

Kisah Kaki Unta yang Hampir Patah Saat Rasulullah Menerima Wahyu

Nabi Muhammad SAW ketika mendapatkan wahyu dari malaikat Jibril selalu melalui cara yang tidak disangka-sangka. Hal ini yang terkadang membuat Nabi begitu ketakutan, mengeluarkan keringat dingin serta pernah menangis semalaman tanpa henti.

Dalam banyak riwayat dijelaskan bahwa para sahabat sering melihat Nabi ketika menerima wahyu. Salah satunya adalah ketika Rasulullah SAW tengah melakukan perjalanan dengan menunggangi untanya.
Karena terlalu beratnya surat tersebut, unta Nabi pun menunduk, tak dapat tegak dan hampir saja paha unta itu patah karena beratnya wahyu yang sedang turun kepada Rasulullah. Apa sebenarnya surat ini dan bagaimana kandungannya sehingga dianggap demikian berat? Berikut ulasannya.

Ternyata surat ini adalah surat Al-Maidah yang merupakan surat kelima dalam Alquran dan terdiri dari 120 ayat. Surat yang tergolong dalam Surat Madaniyah ini berisi tentang perkara halal-haram, tolong menolong, hujjah-hujjah yang ditunjukkan bagi Bani Israil, kisah Nabi Musa ‘alaihis salam, Qabil dan Habil, dan banyak bahasan lainnya.

Hadist Riwayat Ahmad menceritakan bahwa seorang sahabat melihat ketika Nabi meneriman wahyu ini unta yang ditungganginya bahkan tidak mampu berjalan, hingga Nabi memutuskan turun dari unta tersebut. 

"Sesungguhnya aku benar-benar sedang memegang tali unta Adba’ (unta kendaraan Rasulullah SAW) ketika diturunkan kepadanya surat Al-Maidah seluruhnya. Hampir saja paha unta itu patah karena beratnya wahyu (yang sedang turun kepada Nabi SAW). (HR Ahmad)

Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui hadis Saleh ibnu Sahi, dari Asim Al-Ahwal yang menceritakan, telah menceritakan kepadanya Ummu Amr, dari pamannya, bahwa ia sedang dalam perjalanan bersama Rasulullah Saw., lalu turunlah surat Al-Maidah kepada Rasulullah Saw. Maka leher unta kendaraannya menunduk, tak dapat tegak, karena beratnya surat Al-Maidah yang sedang diturunkan.

Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepadaku Huyay ibnu Abdullah, dari Abu Abdur Rahman Al-Habli, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa diturunkan kepada Rasulullah Saw. surat Al-Maidah ketika beliau sedang berada di atas unta kendaraannya. Maka unta kendaraannya tidak mampu membawanya. Akhirnya Nabi Saw. turun dari unta kendaraannya. (HR Ahmad)

Dituturkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal sebagaimana dituturkan Imam Ibnu Katsir, surat ini diturunkan saat Nabi bersama salah satu sahabatnya. Asma’ binti Yazid bertutur, “Saat aku tengah memegang tali kekang unta Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam, tiba-tiba turunlah surat al-Ma’idah secara keseluruhan. Karena beratnya surat ini, pangkal kaki depan unta itu pun berdetak.”

Riwayat lain terkait surat ini diriwayatkan oleh Imam al-Hakim yang mengutip riwayat dari Muhammad bin Ya’qub yang meriwayatkan dari Jubair bin Nufair. Jubair bin Nufair pergi berhaji. Dalam menjalankan ibadah mulia itu, ia menyempatkan diri berkunjung ke rumah Ummul Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq.

Kepada Jubair, ‘Aisyah bertanya, “Hai Jubair, apakah kamu sudah membaca surat al-Maidah?”

“Sudah.” Jawab Jubair singkat.

“Sesungguhnya,” terang Bunda ‘Aisyah, “ia adalah surat yang terakhir kali turun.” Nasihatnya terkait surat ini,

“Apa saja yang kalian temukan dari yang halal, maka halalkanlah. Dan, apa saja yang kalian temukan dari yang haram, maka haramkanlah.”

Menurut Imam al-Hakim Riwayat ini shahih sesuai syarat Imam al-Bukhari dan Muslim. Nama al-Maidah sendiri diambil dari ayat 112 surat ini yang artinya hidangan. Kerana memuatkan kisah pengikut-pengikut setia Nabi Isa a.s. meminta kepada Nabi Isa a.s. agar Allah SWT menurunkan untuk mereka Al Maa'idah (hidangan makanan) dari langit (ayat 112).Ialah doa Nabi ‘Isa ‘alaihis salam yang meminta hidangan kepada Allah Ta’ala untuk kaumnya.

Nabi ‘Isa ‘alaihis salam berdoa, “Ya Rabb kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau. Berikanlah rezeki kepada kami, dan Engkaulah Pemberi Rezeki yang paling utama.”

Kisah Singkat Nabi Sulaiman Dan Ratu Balqis

Burung Hud-Hud melaksanakan perintah Nabi Sulaiman. Ia pergi ke negeri Saba’ untuk menyampaikan surat kepada Ratu Balqis. Ketika sampai di istana Ratu Balqis, burung Hud-Hud melempar surat itu di hadapan Ratu Balqis. Ratu Balqis dan para pengawalnya tidak mengetahui yang melemparkan surat itu. Dengan hati-hati, Ratu Balqis membuka dan membaca surat itu. Isi surat itu ialah ajakan Nabi Sulaiman kepada Ratu Balqis dan rakyatnya untuk menyembah kepada Allah. 

Kisah ini di ceritakan dalam Al-Quran Surat An-Naml ayat 29-31, “Berkata ia (Balqis), “Hai pembesar-pembesar, sesunnguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah surat yang mulia. Sesungguhnya surat ini dari Sulaiman dan sesungguhnya (isi)nya, “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Bahwa janganlah kamu sekalian berlaku sombong terhadapku dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”

Setelah membaca surat itu, Ratu Balqis mengumpulkan para pembesar terhadap ajakan Nab Sulaiman. Para pembesar cenderung menolak ajakan Nabi Sulaiman. Mereka berkata, “Kita adalah orang-orang yang memiliki kekuatan dan (juga) memiliki keberanian yang sangat (dalam peperangan), dan keputusan berada di tanganmu, maka pertimbangkanlah hal-hal yang akan kamu perintahkan.”

Ternyata, Ratu Balqis tidak memilih jalan peperangan. Ia beranggapan bahwa Nabi Sulaiman mungkin iri dengan kekayaan yang dimiliki negerinya sehingga ia ingin menyerang negeri Saba’. Oleh karena itu, Ratu Balqis memutuskan untuk mengirimkan hadiah kepada Nabi Sulaiman. Ratu Balqis lebih memilih cara tersebut dan menungguh reaksi Sulaiman. Para pembesar pun menyetujui keputusan Ratu Balqis. Hadiah itu berupa kepingan emas dan permata yang dibungkus dengan kain sutera. Utusan Ratu Balqis pun pergi dengan membawa hadiah kepada Nabi Sulaiman.

Kedatangan Utusan Ratu Balqis

Para utusan Ratu Balqis pergi menuju ke istana Nabi Sulaiman. Mereka datang dengan membawa hadiah untuk Nabi Sulaiman.

Setelah menempuh perjalanan berhari-hari, utusan Ratu Balqis sampai di istana Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman menerima utusan Ratu Balqis dengan baik. Namun, ia tidak mau menerima hadiah tersebut. Para utusan Ratu Balqis sangat takjub dengan keindahan istana Nabi Sulaiman. Mereka juga keheranan dengan pasukan Nabi Sulaiman karena di antara barisan perang itu terdapat hewan dan jin. Mereka menyadari betapa kecilnya hadiah yang mereka bawa dibandingkan kekayaan yang dimiliki kerajaan Nabi Sulaiman.

Selanjutnya Nabi Sulaiman berkata, “Apakah pantas kamu menolong aku dengan harta, sedangkan Allah memberiku sesuatu yang lebih baik dari pada yang diberikan kepada negerimu ? Namun, kalian merasa bangga dengan hadiahmu. Kembalilah ke negeri kalian. Sungguh kami akan mendatangi negeri kalian dengan bala tentara yang tidak dapat kalian lawan dan pasti kami akan mengusir kalian dari negeri itu (Saba’) dengan terhina dan kalian menjadi tawanan-tawanan yang hina dina.” Nabi Sulaiman menyampaikan pesan agar Ratu Balqis dan rakyatnya untuk menyembah Allah semata.

Selanjutnya, para utusan Ratu Balqis pulang ke negeinya. Mereka kembali ke negeri Saba’ dengan membawa berita dari Nabi Sulaiman.

Singgasana Ratu Balqis

Ketika tiba di istana Ratu Balqis, para utusan tersebut menyampaikan amanat Nabi Sulaiman. Mereka menceritakan kekuatan kerajaan Nabi Sulaiman. Kemudian, Ratu Balqis mengambil keputusan untuk melihat sendiri kerajaan Nabi Sulaiman. Ratu Balqis dan pembesar kerajaan bersiap diri untuk berangkat menuju istana Nabi Sulaiman.

Sementara itu, Nabi Sulaiman yang telah mendapat informasi bahwa Ratu Balqis dan beberapa pengikutnya telah bergerak menuju istananya dalam keadaan takut. Ketika itu, Nabi Sulaiman brada di dalam istana bersama dengan para pembesar kerajaannya. Beberapa saat Nabi Sulaiman berpikir tentang cara menunjukkan kekuasaan Allah kepada Ratu Balqis. Nabi Sulaiman teringat dengan singgasana Ratu Balqis yang sangat dikagumi oleh rakyat negeri Saba’. Singgasana Ratu Balqis memang sangat indah karena ditaburi emas dan batu permata.

Kemudian, Nabi Sulaiman berkata kepada para pembesar itu, “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Naml : 38). Yang pertama menjawab pertanyaan Nabi Sulaiman adalah Ifrit dari kalangan jin yang telah ditundukkan oleh Allah kepada Nabi Sulaiman. Jin Ifrit yang cerdik berkata, “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu. Sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya dan dapat dipercaya.”

Setelah beberapa waktu, singgasana tersebut belum ada di hadapan Nabi Sulaiman. Jarak antara istana Nabi Sulaiman dan istana Ratu Balqis adalah ratusan kilometer. Istana Ratu Balqis berada di wilayah Yaman, sedangkan istana Nabi Sulaiman berada di wilayah Palestina. Nabi Sulaiman hanya menunggu saja.

Kemudian, seorang yang mempunyai ilmu dari Al-Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya. Ia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya Lagi Maha Mulia.”

Kisah ini diterangkan dalam Al-Quran surat An-Naml ayat 40. Al Quran tidak mengungkap identitas seseorang yang menghadirkan singgasana itu. Al quran hanya memjelaskan bahwa orang itu mempunyai ilmu dari Al-Kitab. Al quran tidak menjelaskan kepada kita, apakah ia seorang malaikat atau manusia atau jin. Begitu juga Al quran tidak menyatakan kitab yang dimaksud. Yang pasti mukjizat ini menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah.

Bagaimana reaksi Nabi Sulaiman saat melihat singgasana Ratu Balqis berada di depannya ? Apakah ia merasa kagum dengan kemampuannya atau merasa dirinya hebat ? Ternyata, ia tidak merasa demikian. Ia mengagungkan nama Allah dan bersyukur kepada-Nya. Sudahkah kita berlaku demikian ?

Setelah singgasana dihadirkan, Nabi Sulaiman memerintahkan agar mengubah singgasana Rat Balqis. “Dia (Sulaiman) berkata, “Ubahlah singgasananya, maka kita akan melihat apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak mengenalnya.” (QS. An-Naml : 41).

Kedatangan Ratu Balqis

Setelah melakukan perjalanan berhari-hari, Ratu Balqis dan pengikutnya sampai di istana Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman menyambut mereka.

Al quran surat An-Naml ayat 42 mengisahkan dialog antara Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis. “Dan ketika Balqis datang, dinyatakanlah kepadanya : “Serupa inikah singgasanamu ?” Dia menjawab, “Seakan-akan singgasana ini singgasanaku, kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang yang berserah diri.” Yang dimaksud pengetahuan sebelumnya adalah pengetahuan tentang kenabian Sulaiman as. Balqis telah mengetahui kenabian Sulaiman itu, sebelum dipindahkan singgasananya dari negeri Saba’ ke Palestina dalam sekejap mata.

Ketika itu, Ratu Balqis tercengang melihat singgasananya berada di sana. Namun, sejenak ia menjadi ragu karena ia yakin singgasananya berada di istananya. Ia juga berpikir, “Bagaimana singgasana itu sampai sebelum dirinya ?” Ia pun menjadi ragu, beberapa bagian singgasana itu telah diubah. Setelah mengalami kebingungan sesaat Ratu Balqis menjawab, “Sepertinya benar.” Nabi Sulaiman berkata, “Ini adalah singgasanamu. Aku telah memindahkan singgasanamu ke sini. Allah telah memberi pengetahuan kepadaku dan aku adalah orang yang berserah diri kepada Allah.” Ratu Balqis pun yakin bahwa itu adalah singgasananya.

Nabi Sulaiman mempersilakan Ratu Balqis masuk ke istana. Ketika masuk, Ratu Balqis menyingkapkan kainnya hingga kedua betisnya terlihat. Ia mengira lantai istana penuh dengan air. Nabi Sulaiman berkata, “Ini hanyalah lantai istana yang dilapisi kaca tipis dan licin.” Ratu Balqis tersipu malu.

Ratu Balqis sangat kagum dengan pengetahuan yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman. Ia tidak menyangka bahwa semua itu disebabkan oleh keimanan Nabi Sulaiman kepada Allah swt.

Ratu Balqis Beriman Kepada Allah swt

Ratu Balqis mengagumi ilmu yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman. Ia sama sekali tidak menyangka semua itu karena keimanan Nabi Sulaiman kepada Allah. Pada saat itulah, keyakinan Ratu Balqis mulai goyah. Ia menyadari kesalahannya karena telah menyembah matahari, padahal matahari adalah ciptaan Allah.

“Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegah (untuk melahirkan keislamanannya), karena sesungguhnya dia dahulunya termasuk orang-orang yang kafir.” (QS. An-Naml : 43)

Kemudian, Ratu Balqis menyatakan keislamanannya. Ia berkata, “Ya Tuhanku, sungguh aku telah menganiaya diriku sendiri. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”

Allah telah mengaruniakan ilmu dan kelebihan yang amat banyak kepada Nabi Sulaiman. Namun, kelebihannya itu tidak membuat Nabi Sulaiman lupa diri. Ia menggunakannya untuk berdakwah. Salah satunya adalah dengan menyadarkan Ratu Balqis dari kesesatannya. Nabi Sulaiman berhasil mengajak Ratu Balqis untuk menyembah Allah swt. Akhirnya, Nabi Sulaiman memperistri Ratu Balqis dan mereka hidup bahagia selamanya.



kisah nabi sulaiman dan semut merah




Kisah ini akan menyajikan suatu cerita pada zaman Nabi Sulaiman yang kaya raya dan dianugerahi kelebihan untuk berkomunikasi dengan semua binatang yang ada di dunia ini.
Salah satu kisah yang diceritakan dalam Al Qur'an adalah bahwa Nabi Sulaiman bisa berbicara dengan semut.

Tentu kita ingat dengan doa dari Nabi Sulaiman yang meminta kepada Allah SWT untuk dianugerahi kerajaan besar, dan tak seorang pun manusia setelahnya yang akan memilikinya.
Dan doa ini dikabulkan oleh Allah SWT, dan sampai saat ini pun janji Allah untuk menepati permintaan Nabi Sulaiman telah terbukti. Bahkan Nabi kita, Rasulullah SAW juga telah menyadari akan doa Nabi Sulaiman ini dalam ayat Al Qur'an.


Kisahnya.
Ketika rombongan Nabi Sulaiman a.s akan melintasi lembah yang ditempati sebagai sarang semut, dan Beliau menyeru kepada semut-semut itu agar berlindung.
Atas kebijakan Nabi SUlaiman inilah semut-semut itu memberikan pujian kepada Nabi Sulaiman.

Pada masa-kanak-kanak, Nabi Sulaiman sudah menampakkan tanda-tanda kecerdasan, ketajaman otak, kepandaian berfikir serta ketelitian dalam mempertimbangkan dan mengambil suatu keputusan. Sebuah peristiwa yang menunjukkan kecerdasan dan ketajaman otak Nabi Sulaiman dibuktikan dengan kecerdasannya dalam memecahkan beberapa masalah.

Salah satu mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT kepada Nabi Sulaiman adalah mengerti bahasa binatang. Suatu hari rombongan besar Nabi Sulaiman hendak menuju lembah Asgalan, dan rombongan itu terdiri dari Nabi Sulaiman dan umatnya, malaikat, jin serta binatang-binatang.
Ditengah perjalanan, Beliau menyuruh rombongannya berhenti.

"Berhentilah sejenak, kita beri waktu kepada makhluk ALlah untuk menyelamatkan diri," ucap Nabi Sulaiman.
"Wahai Nabiyullah, mengapa kita tiba-tiba berhenti di tengah jalan," tanya salah satu rombongan.
"Di depan ada lembah semut yang di dalamnya terdapat jutaan semut, mereka akan kusuruh untuk berlindung agar tidak terinjak oleh rombongan kita," jawab Nabi Sulaiman.

Dari jarak yang cukup jauh itu, Nabi Sulaiman nampaknya mendengar dialog Raja Semut yang menyuruh para semut untuk berlindung. Sungguh mukjizat yang sangat hebat sob, seseorang bisa mendengar pembicaraan hewan dari jarak yang jauh lagi, dialah Nabiyullah Sulaiman, Raja segala raja yang pernah hidup di dunia ini, dan tak pernah ada seorang rajapun di dunia ini sehebat Beliau.

Pujian Semut.
"Hai semut-smur, masuklah kalian ke dalam sarang agar selamat dan tidak terinjak oleh rombongan Nabi Sulaiman," ucap Raja Semut.
Nabi Sulaiman tersenyum mendengar suara semut yang ketakutan itu.
Ketika kaum semut itu tengah sibuk menyelamatkan diri, Nabi Sulaiman menyuruh kepada rombongannya untuk terus bersyukur kepada Allah SWT. Sungguh Anugerah Allah, meskipun diberi kekuatan hebat pun Nabi Sulaiman ini tidak pernah sombong, rasa syukur yang selalu Beliau ucapkan sob.

Setelah beberapa saat berhenti, Nabi Sulaiman dan rombongannya kembali meneruskan perjalanan.
Ketika melintasi lembah semut itu, Nabi Sulaiman dan rombongannya mendapatkan pujian dari Raja Semut. Kaum semut bersyukur karena sarangnya tidak rusak oleh rombongan Nabi Sulaiman.

"Kami takjub kepada Nabi Sulaiman yang mengerti bahasa binatang, sehingga tidak ada satupun yang terbunuh diantara kami," kata Raja Semut.

Kisah ini merupak cuplikan dari ayat Al Qur'an surat An-Naml ayat 18 yang artinya,
"Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari."
(QS. An-Naml: 18).

Kisah Nabi Uzair dan Keledainya


"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang melalui suatu negeri yang temboknya telah roboh menutupi atapnya. Ia berkata,"Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Allah kemudian mewafatkan orang itu selama seratus tahun, lalu menghidupkannya kembali. Allah bertanya,"Berapa lama kamu tinggal disini?" Ia menjawab,"Saya telah tinggal disini selama sehari atau setengah hari." Allah berfirman,"Sebenarnya kamu telah tinggal disini selama seratus tahun lamanya. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami akan menjadikan kamu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai itu. Kami menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging." Maka ketika hal itu telah jelas (bagaimana Allah menghidupkan makhluk-Nya yang telah mati), ia pun berkata,"Saya yakin bahwa sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (QS. Al-Baqarah: 259)
Pada jaman Nabi Uzair, ada sebuah keledai yang dimiliki oleh seorang yang kaya raya, tapi sangat kikir. Untuk makan satu minggu saja, ia cukup menggoreng sebutir telur. Dan gorengan telur itu dia bagi menjadi 7 bagian. Setiap pagi ia memakan satu bagian ditambah bubuk roti kering. Jika istrinya makan lebih dari bagian yang sudah ditentukan, ia akan memukulinya.
Selain kikir, orang kaya ini juga tergolong kejam. Setiap hari keledai miliknya diberi pekerjaan yang sangat berat, yaitu mengangkut barang-barang yang berat, tapi keledai itu hanya diberi makan yang sedikit. Jika keledai itu terasa lapar dan meringkik, maka orang kaya itu memukulnya. Alhasil, keledai itu tidak berani lagi meringkik di hadapan majikannya.
Akibat terlalu sering membawa beban berat, kulit punggung keledai itu menjadi lecet dan tulang punggungnya retak. Lama kelamaan keledai itu tidak kuat lagi bekerja. Dan akhirnya dia mogok tidak mau bekerja lagi. Melihat keledai itu tidak mau berjalan dan bekerja lagi, majikannya memukuli sang keledai dengan tongkatnya. Walaupun dipukuli berkali-kali, keledai tetap tidak mau berjalan. Hingga akhirnya dipukul dengan keras sekali keledai itu. Karena merasa kesakitan, keledai mengangkat kaki bekangnya dan menendang majikannya itu hingga terjatuh. Diperlakukan seperti itu, sang majikan akhirnya benar-benar marah. Dan keesokan harinya, keledai itu di jual ke pasar.
Keledai itu ditawarkan ke beberapa orang dengan harga sepuluh dinar. Tapi karena melihat kondisi keledai itu yang lemah dan sepertinya malas, akhirnya keledai itu terjual kepada saudagar kaya dengan harga dua dinar. Pada mulanya keledai itu senang dengan majikan barunya ini. Tapi, tak disangka ternyata majikan barunya ini adalah seorang penjual keledai yang ingin mencari keuntungan. Membeli dengan harga yang murah, dan menjualnya kembali dengan harga yang cukup tinggi. Dan hari itu, keledai-keledai milik saudagar itu dibawa ke pasar. Sebelum sampai di pasar, sang saudagar menyulutkan api ke kaki-kaki keledainya hingga melepuh. Saat saudagar itu menawarkan keledainya kepada para pembeli, ia menekankan tongkatnya pada luka bakar di kaki-kaki keledai tersebut. Karena kesakitan, keledai-keledai itu melonjak-lonjak. Dengan cara seperti itulah, ia memperlihatkan kepada pembeli seakan-akan keledai-keledai itu cekatan dan bisa berlari kencang.
Rupanya, nasib baik masih berpihak pada keledai tadi. Seorang laki-laki yang sudah berumur yang bernama Uzair membelinya tanpa menawar kepada sang saudagar dengan harga tujuh dinar. Uzair kemudian menaiki keledai itu dan menyuruh keledai itu berjalan. Keledai itu sepertinya mengerti bila Uzair adalah seorang yang baik. Karena sepanjang perjalanan pulang, tidak sekalipun keledai itu dicambuknya. Bahkan sepanjang perjalanan itu, Uzair selalu bertasbih memuji Allah.
Hidup keledai itu benar-benar berubah. Sesampai di rumah Uzair, dia diberi kandang khusus di belakang rumah, diberi makan dan minum dengan teratur, sehingga tubuhnya terlihat gemuk. Tapi siapa sebenarnya Uzair itu? Uzair adalah seorang nabi, utusan Allah. Uzair memiliki tiga orang anak dan seorang pelayan. Uzair selalu mengajak orang-orang untuk taat kepada Allah, dan melarang mereka menyembah berhala. Ia berdakwah tanpa meminta upah dari mereka.
Uzair memiliki sebidang kebun yang cukup jauh dari rumahnya. Perjalanan dari rumah ke kebunnya itu membutuhkan waktu seminggu. Kebunnya ditanami anggur dan tin. Saat musim panen, Uzair dan keledainya berangkat ke kebun. Ia meletakkan dua buah keranjang di punggung sang keledai. Dalam perjalanan menuju kebun, Uzair dan keledainya melewati kuburan tua dan puing-puing kota mati. Saat melewati daerah menyeramkan itu, sang keledai merasa ketakutan dan mempercepat jalannya. Uzair mengetahui kalau keledainya ketakutan. Ia lalu mengusap-usap kepalanya, sehingga keledai itu menjadi tenang.
Sampailah Uzair dan keledainya di kebun. Tubuh keledai basah dengan keringat. Uzair turun dari keledainya, dan mulailah dia mengisi keranjangnya dengan buah anggur dan tin. Keledainya dibiarkan beristirahat di tempat yang teduh sambil memakan rumput. Setelah kedua keranjang terisi penuh, Uzair kembali meletakkan kedua keranjang tersebut pada punggung keledainya. Karena membawa beban terlalu berat, keledai itu tidak bisa berjalan cepat. Uzair lalu turun dari punggung keledainya, lalu menepuk-nepuk betis keledainya. Sungguh menakjubkan, keledai itu dapat berjalan dengan cepat.
Dalam perjalanan pulang, kembali Uzair dan keledai itu melewati pekuburan tua dan puing-puing kota mati yang menyeramkan itu. Sungguh mengherankan, tiba-tiba keledai itu ingin beristirahat di sana. Tanpa sadar, keledai itu berjalan ke tempat yang dibencinya itu. Uzair pun turut pula beristirahat. Ia turun dari punggung keledai itu dan menurunkan pula keranjangnya. Ia duduk di atas tanah sambil memeras anggur ke dalam sebuah mangkuk. Dikeluarkannya sepotong roti kering lalu dicelupkannya ke dalam perasan  anggur itu. Sambil menunggu rotinya menjadi lunak, Uzair melayangkan pandangannya ke puing-puing kota mati itu. I berkata,"Bagaimana cara Allah mengembalikan kota mati yang telah hancur itu?"
Tidak lama setelah itu, Uzair merasa mengantuk dan akhirnya tertidur. Melihat tuannya tertidur, keledai itu berusaha membangunkannya dengan meringkik. Tapi majikannya tetap saja tertidur. Bahkan keledai itu pun ikut pula tertidur. Ketika bangun, keledai itu seperti sudah berada di alam lain. Keledai itu mendengar suara yang ditujukan kepada majikannya. "Hai Uzair, berapa lama kamu tinggal di sini?"
"Saya tinggal disini selama sehari atau setengah hari." jawab Uzair. "Sebenarnya, engkau telah tinggal disini selama seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang telah berubah, dan lihatlah keledaimu yang telah menjadi tulang belulang. Kami menjadikanmu sebagai tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Dan lihatlah tulang-tulang keledai itu, Kami akan menyusunnya kembali dan membalutnya dengan daging."
Tiba-tiba terdengan suara,"Hai keledai, bangkitlah engkau!" Keledai seakan-akan terbangun dari tidurnya. Keledai itu melihat tuannya berdiri di hadapannya dengan kebingungan. Keledai itu pun bangkit sambil meringkik. Uzair kemudian berkata,"Aku benar-benar yakin bahwa Allah Mahakuasa menghidupkan kembali Makhluk-Nya yang telah mati." Uzair pun menunggangi keledainya dan pulang kembali ke kampungnya. Keledai itu merasa kebingungan dengan perubahan yang terjadi. Dia mengendus-endus tanah untuk mencari bau rumah tuannya. Namun, rumah tuannya itu tidak juga ditemukan. Akhirnya, barulah Uzair dan keledainya sadar, bahwa mereka baru saja bangkit dari kematian selama seratus tahun.
Tidak hanya Uzair dan keledainya saja yang kebingungan. Bahkan orang-orang pun tidak percaya bahwa orang yang datang adalah Uzair, nabi mereka."Uzair telah pergi sejak seratus tahun yang lalu dan tidak pernah kembali lagi. Kami yakin Uzair sudah wafat,"kata mereka. "Demi Allah, aku adalah Uzair, Allah telah membangkitkan aku kembali dari kematian selama seratus tahun. Dimanakah anak dan cucuku? Mungkin mereka masih mengenalku,"kata Uzair. 
Lalu mereka mengantar kepada cucunya. Namun, mereka tidak mau mengakui Uzair sebagai kakeknya. Kebetulan, di kampung itu ada seorang perempuan tua yang pernah hidup bersama Uzair. Mereka pun mengantarkan Uzair kepadanya. Keledai itu berusaha mengendus bau perempuan tua yang sudah buta itu. Dan keledai itu yakin, kalau perempuan tua itu adalah pelayan tuannya dulu.
"Uzair adalah orang yang doanya mustajab. Jika memang engkau benar-benar Uzair, berdoalah kepada Allah agar mataku dapat melihat kembali,"kata perempuan tua itu. Uzair pun berdoa, dan ajaibnya perempuan itu bisa kembali melihat. Orang-orang pun akhirnya percaya bahwa yang datang adalah benar-benar Uzair. Tetapi tetap saja, cucu-cucu Uzair belum sepenuhnya percaya. Hingga akhirnya, mereka meminta pembuktian bahwa Uzair memiliki lembaran Taurat yang asli. Dan Uzair pun menunjukkan di mana dia menyimpan lembaran Taurat itu. Mereka pergi ke pohon tua yang dikelilingi rerumputan. Di situlah Uzair menyimpan lembaran Taurat itu. Melihat hal ini, barulah mereka mengakui bahwa orang itu adalah Uzair, kakek mereka.